Dalam dewasa ini Indonesia telah mengahadapi suatu masa di mana
sebuah cita-cita dari Reformasi tidak dapat terlaksana. Dalam hal ini
pembahasan paling krusial adalah mengenai krisis moral yang terjadi pada sistem
pemerintahan di Indonesia. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 dimana tuntutannya
adalah Supremasi Hukum dan Budayakan demokrasi yang sehat dan egaliter serta
Hapus budaya KKN,
sampai sekarang faktanya banyak terjadi peyelewengan hukum
dalam tubuh pemerintahan Indonesia dan Demokrasi yang kita lihat bukanlah
demokrasi sehat dan egaliter (sederajat) namun dimana uanglah yang berbicara. Ini
merupakan akibat masuknya ideologi neo-liberalisme. Kemudian penghapusan budaya
KKN yang buktinya kita ketahui banyak sekali kasus korupsi yang diuangkap oleh
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dimana satu kasus korupsi dilakukan secara
sistematis di dalam batang pemerintahan itu sendiri, hal ini dapat dilihat saat
satu kasus korupsi terungkap maka kasus lain ikut terkuak. Bila generasi di atas kami sudah terjadi hal
semacam itu, bagaimana dengan generasi kami para pemuda? Akankah kebobrokan
moral ini terus meningkat dan terus menjadi suatu budaya?
Belum lagi kasus tawuran antar sekolah yang sangat sering terjadi
di Indonesia, seperti yang dilansir oleh situs m.merdeka.com pada Kamis, 25
April 2013 yang memuat sebuah berita mengenai tawuran yang terjadi setelah UN
di kota Bekasi sehingga korban berinisial DM dan AD menderita luka bacok yang
cukup serius. Beberapa contoh kasus berikut adalah sebagian kecil dari krisis
moral yang pada dassarnya sedang di alami oleh bangsa Indonesia.
Dalam hal ini kita akan membicarakan dua hal penting yang saling
berhubungan yaitu, moral dan nasionalisme, di mana hal ini merupakan suatu
fundamental untuk membangun ketahanan nasional. Kata moral merupakan kata yang
berasal dari bahasa latin ‘mores’, mores sendiri berarti adat kebiasaan atau
suatu cara hidup. (Gunarsa, 1986). Menurut Immanuel
Kant, moralitas adalah hal kenyakinan serta sikap batin dan bukan hanya hal
sekedar penyesuaian dengan beberapa aturan dari luar, entah itu aturan berupa
hukum negara, hukum agama atau hukum adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan jika,
kriteria mutu moral dari seseorang adalah hal kesetiaannya terhadap hatinya
sendiri. Sedangkan nasionalisme menurut
Menurut
Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics
mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu :
1. Hasrat untuk
mencapai kesatuan.
2. Hasrat untuk
mencapai kemerdekaan.
3. Hasrat untuk
mencapai keaslian.
4. Hasrat untuk
mencapai kehormatan bangsa.
Kemudian
unsur dari ketahanan nasional menurut James Lee ray dan Juliet Kaarbo dalam
buku ‘Global Politics’ mengatakan bahwa Unsur kekuatan nasional negara terbagi
menjadi dua faktor, yaitu:
a.
Tangible factors (faktor nyata) terdiri atas penduduk, kemampuan industri,
dan militer [1].
b.
Intangible factors (faktor tidak nyata)terdiri atas karakter nasional, kualitas
kepemimpinan [2] moral
nasional[3]
dari pengertian di atas dapat kita simppulkan bahwa moral sangat mempengaruhi ketahanan nasional suatu bangsa. Maka dari itu kurangnya moralitas yang terjadi di Indonesia bisa menjadi sebuah tolak ukur apakah bangsa Indonesia berhasil atau tidak. Kebobrokan moral terjadi pada pemerintah Indonesia di masa sekarang ini bersal dari kurangnya pendidikan moral yang memicu pudarnya rasa nasionalisme dan berakibat pada lemahnya ketahanan nasional di Indonesia. Kemudian suatu pertanyaan besar muncul,apakah moral merupakan suatu penentu berhasil atau tidaknya suatu bangsa?
Jawabannya adalah benar, bahwa moral merupakan suatu penentu
berhasil atau tidaknya suatu bangsa. Ini dikarenakan moral adalah hal yang
sangat mendasar untuk menanamkan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat
untuk menciptakan rasa nasionalisme dan ketahanan nasional. Moral mencakup hal
yang bersifat individual, namun ketika moral setiap individu dalam suatu bangsa
baik terntu saja bangsa itu dapat dikatakan berhasil pula. Ketika moral baik maka
mereka akan terhindar dari perilaku korupsi, kriminalitas, dan sebagainya
karena dasar pada pendidikan moral adalah tidak memikirkan diri sendiri. Bagaimana
cara menanamkan moral pada generasi muda Indonesia?
Menurut saya ada beberapa
cara menanamkan rasa Nasionalisme yang bermoral kepada generasi pemuda saat ini
diantaranya,
- Menanamkan nilai moral dan nasionalisme pada pendidikan dasar
Moral memang tidak dapat kita paksakan jika kita sudah dewasa,
namun haruslah kita bentuk sejak dini, dan ini adalah hal yang sangat mendasar
ketika kita harus memperbaiki situasi bangsa Indonesia yang sudah mengalami
degradasi moral. Dalam penanaman nilai moral dan nasionalisme banyak orang
beranggapan bahwa peranan di rumah saja sudah cukup untuk menanamkan moral,
padahal justru sekolah yang seharusnya dapat menjadi tempat di mana moral dapat
diterapkan dengan baik. Alasannya adalah, di sekolah kita akan melihat sebuah
analogi masyarakat dalam ruang lingkup yang kecil sehingga murid dapat
mengadaptasi ketika sudah dewasa agar menanamkan nilai moral di masyarakat yang
lebih luas ketika dewasa. Pendidikan moral juga harus didasarkan kepada Pancasila
dan rasa nasionalisme sehingga terbentuklah sebuah doktrin kepada anak-anak
bahwa kita harus memiliki rasa nasionalisme bagi bangsa Indonesia dengan
mengutamakan moral dan budi pekerti.
Di Indonesia pelajaran sekolah dasar yang berupa Budi Pekerti
hanya menjadi pelajaran tambahan, padahal seharusnya pelajaran inilah yang
paling penting pada tingkat sekolah dasar. Di sini kita dapat melihat kesalahan
dalam penerapan kurikulum pendidikan yang hanya menerapkan nilai numerik dan
pembelajaran yang terlalu dipercepat untuk anak sekolah dasar. Karena nilai
numeric yang diincar oleh siswa, maka berbagai cara dilakukan agar nilai numerik
tersebut terpenuhi, inilah pemahaman yang sudah tertanam sejak dulu di
Indonesia bahwa nilai numerik adalah patokan kita agar mendapat tempat dan
status. Padahal dengan kita menerapkan moral kepada keuarga, teman, maupun
masyarakat akan tercipta suatu hegemoni di mana kecintaan terhadap sesama yang
akan membangun rasa nasionalisme dari pancasila sila ke 3 yaitu persatuan
Indonesia.
Peran serta orang tua sangatlah penting, bagaimanapun peran
keluarga di rumah memilki porsi waktu lebih banyak daripada di sekolah. Jadi ketika
di sekolah murid sudah menanamkan
pendidikan moral maka haruslah dipertajam oleh keluarga mengenai sopan santun
dan tata krama. Di Indonesia peran serta orang tua dijadikan tumpuan pada sikap
moral anak sepenuhnya tanpa ada peran sekolah secara aktif. Padahal sebaiknya
sekolah dan orang tua saling bersinergis sehingga siswa dapat terbentuk
moralnya secara baik. Yang akan berpengaruh karena moral baik akan menimbulkan
rasa nasionalisme yang baik pula.
Selain itu dengan membatasi anak terhadap teknologi juga perlu,
untuk menghindari anak dari sikap konsumerisme berlebihan. Serta agar anak
tidak menganggap suatu barang maupun nilai menjadi sebuah status sosial, karena
dengan menganggap materi seorang anak lebih baik dari anak lain maka
terciptalah suatu hal yang dapat memudarkan nasionalisme anak tersebut.
- Filtrasi pengaruh budaya luar
Salah satu faktor dewasa ini mengapa rasa nasionalisme anak bangsa
mulai pudar, adalah banyaknya pengaruh
budaya asing akibat era globalisasi. Celakanya, banyak anak muda di Indonesia
tidak dapat memfiltrasi hal tersebut dan muncul pada suatu keadaan di mana dapat
kita sebut dengan westernisasi. Filtrasi ini tentu saja harus ada peran serta
dari semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik sebagai suatu sistem.
Contoh hal yang paling penting untuk di filtrasi adalah penyiaran
dan media massa. Pada hal ini media harusnya memperlihatkan realita dalam
kehidupan nyata. Saya sendiri cukup prihatin dengan bannyaknya tontonan
sinetron yang menggambarkan bahwa sekolah di Indonesia itu menggunakan rok
mini, muridnya selalu melakukan tawuran, dan pergaulan yang sangatlah
konsumerisme pada teknologi sehingga anggapan bahwa sekolah dipenuhi oleh kaum
borjuis. Hal ini harus diperbaiki dengan filtrasi berupa pengurangan tontonan
yang kurang mendidik, sensor yang sesuai, serta menghilangkan peredaran
tontonan yang tidak layak seperti pornografi di kalangan masyarakat umum.
- Menanamkan ideologi Pancasila secara utuh dan berkelanjutan
Ini merupakan cara yang memiliki tingkat urgensi paling
berpengaruh. Ideologi pancasila seharusnya tidak hanya menjadi ucapan pada saat
uppacara bendera, bukan hanya tergantung pada fiigura depan kelas, melainkan
harus dtanamkan bersamaan dengan penanaman moral yang seimbang.
Pendidikan kewarganegaraan bukanlah menjadi mata pelajaran
tambahan di sekolah, namun haruslah diaplikasikan secara menyeluruh oleh setiap
manusia Indonesia, hal ini tentu saja akan sangat sulit mengingat bahwa di
Indonesia mata pelajaran ini hanya dijadikan mata pelajaran yang dikesampingkan.
Factor mengesampingkan pelajaran ini lah yang membuat rasa nasionalisme mulai
pudar karena menganggap bahwa nilai pelajaran kewarganegaraan bukanlah nilai
yang penting dan berpengaruh pada saat ujian nasional, inilah pikirian yang
seharusnya di hilangkan oleh para siswa dan mahasiswa.
- Menerapkan budaya “Malu”
Budaya malu di sini bukanlah budaya pemalu dalam segala aspek,
melainkan buadaya malu ketika kita melakukan suatu hal yang buruk ataupun
salah. Contoh hal malu yang seharusnya diterapkan sejak dini adalah kita malu
ketika kita melakukan kesalahan seperti buang sampah sembarangan, mencontek,
tidak dapat mengerjakan sesuatu dengan baik dan sebagainya. Dengan menerapkan
ini maka anak sejak dini mendapat pendidikan bahwa dengan malu pada suatu hal
yang buruk kita dapat berusaha sebaik mungkin melakukan sesuatu dengan benar
dan akan malu ketika melakukan suatu kesalahan.
Jika kita membudayakan malu dalam hal ini, maka di masa mendatang
kelak para siswa akan menjadi seorang pemimpin yang malu melakukan tindakan
korupsi, dan malu ketika dia tidak
bekerja dengan baik, serta malu ketika dia tidak disiplin dan lain – lain. Dan tindakan
dari mendidik budaya malu inilah yang
dapat mengurangi tindakan yang merugikan orang lain dan mempertahankan suatu
ketahanan nasional bagi suatu bangsa.
Dapat disimpulkan, bahwa kebobrokan moral bangsa dapat diperbaiki
jika kita semua mau turut serta berperan dan adanya kesadaran pada jiwa setiap
individu untuk mendidik generasi muda di masa mendatang sehingga menimbulkan
rasa nasionalisme yang baik dimulai dari pendidikan moral pada masa dini. Namun
hal ini bukanlah suatu hal yang instan, melainkan hal yang harus berjalan lama
dan tidak dapat serta merta terjadi, harus ada proses yang cukup lama dan
berkelanjutan untuk menumbuhkan nasionalisme dan moral yang baik bagi bangsa
Indonesia. Semoga saja pada masa mendatang bangsa kita dapat memperbaiki moral
dan meningkatkan rasa nasionalismenya. Karena rasa ketahanan nasional berasal
dari nasionalisme tinggi, dan nasionalisme yang tinggi berawal dari moral bangsanya yang baik .
[1] But even a
simple index based on a few of the important, tangible elements that make a
state
powerful can reveal key characteristics
about the structure of that system. Measures
a state’s power in terms of demographic, industrial, and military dimensions….
(Juliet Kaarbo and James Lee Ray “Global politics”page 113)
[2]… intangible elements of
power, such as soft power, skill, will, or purpose—indicators that are much
more difficult to quantify. (Juliet Kaarbo and James Lee Ray “Global politics”page
115)
[3] … that morals and
values, not state interests should and do shape individual and state behavior Juliet
Kaarbo and James Lee Ray “Global politics” 329-330)